'/> Inilah Naskah Pidato Perihal Guru -->

Info Populer 2022

Inilah Naskah Pidato Perihal Guru

Inilah Naskah Pidato Perihal Guru
Inilah Naskah Pidato Perihal Guru
 keberadaannya merupakan pendekar bangsa yang mekepunyaani kendali untuk membawa arah kemudi p Inilah Naskah Pidato Tentang Guru

Image source: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEioeIKzP734JFQpqrBkvivEGf-YL6EqDliQtIjNZrVZlTcKLSgWQ6fW6byNRySOI-qjP7SG-En7bosHPy3fNMJnwXM7L64e7Biqc_SOH6fD0_okzLPQe33cvNMV_0cfEfrkxPjd51cdQphG/s1600/pendidikan.jpg

Guru, keberadaannya merupakan pendekar bangsa yang mekepunyaani kendali untuk membawa arah kemudi pendidikan. Ditangannya beribu-ribu jiwa tercerahkan dan tercerdaskan, hingga hal ini menjadikannya diberikan sebutan pendekar tanpa tanda jasa. Namun bagaimanakah potret guru di Indonesia ketika ini. Selengkapnya naskah pidato wacana guru berikut ini, Semoga Bermanfaat !
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Hadirin yang berbahagia
Pada kesempatan kali ini izinkanlah saya memberikan sedikit wacana betapa berartinya guru dalam kehidupan ini. Berbipetunjuk wacana guru tentunya berbipetunjuk pula wacana pendidikan.Pendidikan sebagai ujung tombak kemajuan bangsa mekepunyaani kiprah sentral dalam meningkatkan kualitas sumber daya insan dan sepetunjuk berkelanjutan menentukan arah kehidupan berbangsa dan bernegara. Tak ayal, bangsa yang dikenal maju dan bisa berdiri sendiri yaitu mereka yang memprioritaskan pendidikan sebagai jadwal utama dalam melangsungkan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sebutlah Kaisar Hirohito, kaisar Jepang yang pada masanya memimpin negerinya dalam menghadapi perang dunia II yaitu tokoh bangsa yang begitu memperhatikan dan memprioritaskan pendidikan. Kala itu, ketika negerinya terhantam amuk topan akhir perang dunia II yang melibatkan hancurnya kota hiroshima dan nagasaki, pertanyaan yang justru pertama muncul adalah,masih berapakah jumlah guru yang tersisa ?
Dari sepenggal kisah tersebut tentunya cukup memberi makna bahwa pendidikan yaitu prioritas utama untuk membangun bangsa yang maju dan di balik itu ada sosok guru yang memegang kendali arah kemudi pendidikan. Di tengah kecamuk dan kerusakan yang diakibatkan perang dunia II, pertanyaan pertama yang muncul bukanlah wacana seberapa besar kerugian fisik atau seberapa besar anggaran yang harus dikucurkan untuk mengembalikan kehidupan normal warga jepang. Sekali lagi, pertanyaan pertama yang muncul dari tokoh besar Kaisar Hirohito adalah, masih berapakah jumlah guru yang tersisa ?
Hadirin yang berbahagia
Dalam konteks apapun dan dimana pun, guru sebagai sosok yang digugu dan ditiru yaitu profesi mulia yang menentukan arah kualitas atau mutu pendidikan dan sepetunjuk lebih jauh menentukan keberadaan suatu bangsa. Daoed Joesoef, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1978 1983 pernah bertutur, Tidak praktis untuk bisa menyampaikan apa yang membuat suatu bangsa kokoh dan maju. Namun, tidak sulit sekali untuk menyampaikan kapan bangsa ini mulai goyah eksistensinya, yaitu bila generasi yang lagi berkuasa melalaikan pendidikan generasi penerusnya, melalui pelecehan terhadap kinerja pengabdi nomor satu di bidang pendidikan, yaitu guru.
Profesi guru bukan hanya wacana bercerita atau memberikan warta lantaran jikalau demikian tentulah setiap warga negara bisa menjadi guru. Perlu digaris bawahi bahwa guru mekepunyaani kiprah multiguna sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, motivator, entertainer, dan berperan sebagaisosok yang dibutuhkan bisa memperlihatkan wangsit bagi anak didiknya.
Sukmadinata (dlm Ibrahim, 2015: 11) memperlihatkan pandangan bahwa,tugas utama guru sebagai pendidik yaitu membantu mendewasakan anak. Dewasa sepetunjuk psikologis, sosial dan moral. Berprofesi sebagai guru bukanlah hal yang tidak sulit, profesi ini menghadapkan guru untuk mendidik sosok insan yang keberadaannya mekepunyaani bermacam-macam potensi, prinsip, pembawaan lingkungan, tata nilai, budaya, kepribadian, dan keunikan lainnya. Tak ayal, untuk menjadi guru yang professional (ahli dan terampil)dibutuhkan kecakapan dan keterampilan yang mumpuni, panggilan jiwa sebagai seorang pendidik, mekepunyaani minat dan bakat, karakter, serta pengalaman tertentu yang diperoleh melalui serangkaian jadwal pendidikan dan training yang profesional.
Beberapa potret guru di indonesia mengantarkanpada sebuah pemahaman bahwa perlu langkah masif dan berkelanjutan untuk mempersiapkan guru masa depan yang professional.Beberapa duduk masalah guru yang dihadapi bangsa ini salah satunya yaitu rendahnya kualitas guru. Hal ini dibuktikan dengan nilai rata-rata uji kompetensi guru tahun 2012 yang berada pada angka 44,5 lagikan standar nilai yang dibutuhkan berada pada angka 70.
Selain itu, keterangan dari Ditjen PMPTK yang mengungkapkan bahwa terdapat beberapa duduk masalah seperti, guru yang mengajar tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan (mismatcheded), kualifikasi akademik yang rendah, disparitas kompetensi, dan distribusi yang tidak sesuai dengan kebutuhan. Hal ini sanggup dibuktikan oleh kondisi bahwa Indonesia ketika ini masih kekurangan 200.000 tenaga guru (Ditjen PMPTK, 2010).
Jika dicermati pada banyak sekali kasus, bekerjsama fenomena yang terjadi bukan kekurangan guru, melainkan distribusi guru yang tidak efektif. Terdapat kecenderungan terkonsentrasinya guru di perkotaan yang mengakibatkan kekurangan guru di wilayah pedesaan. Sekitar 76% sekolah di perkotaan mengalami kelebihan guru, sementara 83% sekolah di pelosok dan perdesaan kekurangan guru (Ditjen Dikti, 2010)
Distribusi guru yang tidak efektif cukup menjadi penyebab banyaknya guru yang mengajar tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan (mismatched). Kekurangan guru di wilayah pedesaan memaksa guru untuk mengajarkan beberapa mata pelajaran yang bahkan bukan bidangnya dan kelebihan guru di wilayah perkotaan mengakibatkan tidak terpenuhinya jumlah jam mengajar pada beberapa guru yang telah bersertifikat sebagai pendidik.
Jika esensi pendidikan yaitu membangun suasana mendidik untuk membuatkan potensi siswa, maka yang harus dipertanyakan yaitu bagaimana dampak fenomena mismatched tersebut terhadap kualitaspembelajaran di kelas. Mengingat suatu profesi yang dipercayakan kepada yang bukan ahlinya sekurang-kurangnya mengakibatkan keraguan dan kesangsian dalam menjalaninya. Pada akhirnya, fenomena mismatched tersebut besar lengan berkuasa pada kualitas pendidikan sepetunjuk nasional.
Hadirin yang berbahagia
Bukan hal tidak sulit menemukan formula yang sempurna untuk meningkatkan kualitas guru di indonesia. Namun tidaklah tidak mungkin jikalau upaya tersebut sanggup di mulai dengan menyiapkan guru masa depan yang sepenuh hati mengabdi pada profesinya sebagai pendidik dengan senantiasa mengakar pada budaya sendiri dan bisa menghadapi tantangan zaman.
Langkah pertama, yaitu dengan menentukan siswa terbaik yang berminat menjadi guru. Jika menengok perekrutan mahasiswa pendidikan guru di Finlandia akan ditemukan bahwa negara dengan sistem pendidikan terbaik tersebut bisa menentukan mahasiswa calon guru sekolah dasar dari 20 % suksesan terbaik di sekolah menengah (Sahlberg: 168).
Hal tersebut bukan sesuatu yang mengejutkan mengingat budaya di Finlandia memandang guru sebagai profesi prestisius dan mulia yang sejajar dengan dokter, pengapetunjuk, dan ekonom, lebih lantaran sebab-sebab moral daripada kepentingan dan imbalan bahan atau karier,tulis Pasi Sahlberg dalam bukunya yang berjudul Finisih Lesson.
Di Indonesia sendiri, profesi guru tentunya menjadi profesi yang di muliakan dalam masyarakat meskipun keberadaannya tidak seprestisius profesi dokter,pengapetunjuk, psikolog, arsitek dan lainnya. Tak sanggup dipungkiri, suksesan sekolah menengah lebih gandrung untuk mengambil jurusan kedokteran, hukum, psikologi, akuntansi, tehnik dan jurusan lainnya di banding dengan pendidikan guru.
Bahkan, sering kali muncul opini bahwa mereka yang masuk pendidikan guru yaitu mereka yang tidak berhasil masuk dalam jurusan yang diminatinya. Meskipun demikian, peminat pendidikan guru cenderung meningkat setiap tahunnya di Indonesia. Hal tersebut tentunya memperlihatkan peluang kepada LPTK (Lembaga Pendidikan & Tenaga Kependidikan) untuk menentukan suksesan dengan kualitas terbaik. Perlu dipahami bahwa menentukan guru yang terbaik harus didasarkan pada kualitas dan kuantitas.
Kualitas yang diprioritaskan dalam menentukan calon mahasiswa pendidikan guru seyogianya mengutamakan kualitas akademik yang baik, kepribadian positif, keterampilan interpersonal yang hebat dan komitmen tinggi untuk bekerja sebagai guru di sekolah. Selain itu, perlu di garisbawahi bahwa penerimaan mahasiswa pendidikan guru harus mempertimbangkan jumlah kebutuhan guru di lapangan.
Langkah kedua, yaitu optimalisasi proses pendidikan (pembelajaran) mahasiswa pendidikan guru di dingklik perkuliahan. Sekurang-kurangnya pengetahuan dasar yang harus dikepunyaani oleh guru yaitu 1) pengetahuan wacana bidang studi yang akan diajarkan sepetunjuk mendalam (mastering of contentknowledge), 2) pengetahuan wacana pedagogiek (mastering of paedagogical knowledge), 3) pengetahuan wacana pedagogiek khusus yang mendalam wacana bidang studi yang akan diajarkannya (mastering of paedagogical content knowledge) (Darling-Hammond and Bransford, 2005). Optimalisasi proses pendidikan tersebut sanggup diawali dengan membuat desain pembelajaran yang berprinsip pada pembelajaran aktif pendidikan tinggi (Active Learning inHigher Education). Selanjutnya optimalisasi tersebut sanggup dikembangkan melalui training atau aktivitas tertentu yang menyokong keterampilan dan kemampuan mahasiswa pendidikan guru.
Langkah ketiga, yaitu pembinaan abjad melalui pendidikan berasrama mahasiswa pendidikan guru. Kultur asrama memperlihatkan dampak konkret bagi pengembangan abjad mahasiswa terutama dalam menanamkan keimanan & ketakwaan pada Tuhan, sikap tanggungjawab, kemandirian, kepedulian sosial, kemampuan dalam bekerja sama, toleransi dan sikap lainnya yang sepetunjuk esensial membuatkan potensi insan sebagai mahluk sosial dan spiritual.
Asrama sebagai wadah pergaulan sosial menyokong mahasiswa untuk hidup dalam keberagaman dengan sikap saling menghargai. Mahasiswa dari sabang hingga merauke dengan budaya yang bermacam-macam akan dipertemukan dalam suatu wadah pergaulan sosial yakni asrama. Hal tersebut tentunya menjadi seni administrasi jitu untuk mendidik mahasiswa pendidikan guru yang memahami budaya nasional.
Pada alhasil dari asrama tersebut dibutuhkan tumbuh sosok-sosok guru yang senantiasa berakar pada budaya bangsanya dengan kesiapan mengabdi hingga pelosok negeri. Pendidikan asrama sanggup dioptimalkan dengan aktivitas keagamaan dan kewirausahaan mahasiswa. Program keagamaan sanggup membuatkan kecerdasan spiritual mahasiswa sebagai mahluk spiritual yang bergantung pada Tuhan. Ketergantungan insan pada Tuhan akan mendorongnya berlaku sesuai tata aturan yang Tuhan tetapkan. Sepetunjuk lebih jauh, dibutuhkan tumbuh sosok guru yang berjiwa religius yang senantiasa memegang teguh prinsip kebaikan dan kebenaran melalui komitmen untuk berperilaku sesuai aturan agama yang ditetapkan.
Selanjutnya yaitu pendidikan wirausaha di asrama yang dinilai sebagai seni administrasi sempurna untuk membuatkan kemandirian mahasiswa melalui keterampilan wirausaha. Dilihat dari beling mata ekonomi, asrama yaitu lingkungan hidup mahasiswa dengan bermacam-macam kebutuhannya baik kebutuhan pangan maupun sandang. Hal tersebut memberi peluang terbukanya pasar yang menempatkan mahasiswa sebagai konsumen, distributor atau bahkan produsen meskipun dalam skala kecil.
Langkah keempat, yaitu mengembleng ketangguhan, kepekaan sosial, dan abjad mahasiswa pendidikan guru melalui wadah volunteerism atau kesukarelawanan. Langkah tersebut dinilai menyokong mahasiswa untuk sanggup memahami realitas sosial dan tantangan yang akan dihadapinya di masa depan. Wadah volunteerism atau kesukarelawanan sanggup dilakukan melalui jadwal pendidikan agama di masjid atau mushola sekitar kampus, jadwal mendidik anak jalanan, jadwal mendidik wilayah tertinggal, dan lainnya.
Ada beberapa mahasiswa yang telah memprakarsai jadwal pendidikan bagi mereka yang mengalami kesulitan dalam mengakses pendidikan, satu diantaranya yaitu Ineu Rahmawati yang menggagas jadwal VTIC (Volunteerism Teaching Indonesian Children) sebagai jadwal mendidik bawah umur TKI di Malaysia. Program mendidik yang bersifat sukarela tidak sulit dijumpai di lingkungan kampus, menyerupai halnya jadwal UDIK (UPI Mendidik), UI Mengajar, dan jadwal pendidikan lainnya yang tersebar di seluruh kampus Indonesia.
Program-program tersebut meskipun dalam rentang waktu yang cukup singkat dinilai cukup bisa menumbuhkan kepedulian sosial dan kesediaan mengabdi pada pendidikan yang berdasar pada sikap berkorban tanpa pamrih. Wadah volunteerism sangat mempunyai kegunaan untuk menumbuhkan sosok guru yang mengabdi pada profesinya dengan semangat berkorban tanpa pamrih. Semangat berkorban tersebut yaitu hal yang perlu ditumbuhkan kembali terutama di kala global yang sarat dengan kehidupan materialistis. Dr. G.J. Nieuwenhuis pernah berkata bahwa : Suatu bangsa tidak akan maju, sebelum ada di antara bangsa itu segolongan guru yang suka berkorban untuk keperluan bangsanya.
Hadirin yang berbahagia
Berkaitan dengan guru masa depan maka perspektif yang harus di bangkit oleh guru yaitu bahwa mereka bukan hanya sekedar pegawai kementrian pendidikan melainkan biro pembelajaran yang membelajarkan siswanya untuk menjadi insan seutuhnya dengan dimensi duniawi dan ukhrawi yang seimbang. Guru yaitu biro pendidik yang mengantarkan siswanya menuju keberadaan insan yang bereksistensi (learning to be). Sungguh bukan hal tidak sulit untuk menjadi guru terutama guru di masa depan dengan bermacam-macam tantangannya. Perlu persiapan dan kematangan untuk menjadi guru masa depan yang jago dan cakap di bidangnya, mekepunyaani kepribadian konkret dan berkarakter, bisa menghadapi tantangan zaman dengan tidak meninggalkan jati diri keindonesiaan, dan bisa berprofesi dengan semangat pengabdian.
Menyiapkan guru masa depan yaitu bentuk investasi pendidikan dalam menggalang kekuatan menuju kemajuan dan kemandirian bangsa. Mengutip tiga formula untuk memajukan sebuah bangsa berdasarkan Komarudin Hidayat,Kalau ingin memajukan sebuah bangsa, nomor satu, utamakan pendidikan. Nomor dua, utamakan pendidikan. Nomor tiga, hargailah dan muliakanlah guru.
Barang kali demikianlah yang sanggup saya sampaikan, kurang dan lebihnya mohon dimaklumi dan dimaafkan. Billahi Taufik Wal Hidayah Wassalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh

Advertisement

Iklan Sidebar